Maman Abdurrahman Soroti Bahaya UU Perlindungan Konsumen: "UMKM Bisa Tutup Satu per Satu"
Di tengah euforia pertumbuhan ekonomi nasional pascapandemi, ada suara lirih yang mencoba didengar. Suara itu datang dari Maman Abdurrahman, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, yang melontarkan peringatan serius: banyak pelaku UMKM di ambang kehancuran akibat pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dinilai terlalu kaku bagi pengusaha kecil.
“UMKM kita ini ibaratnya lagi belajar naik sepeda, jangan langsung dikasih helm, lutut pelindung, sama harus masuk jalur sepeda yang belum ada,” ujar Maman dalam sebuah forum ekonomi pekan lalu, yang langsung mencuri perhatian pelaku usaha kecil-menengah di seluruh Indonesia.
UMKM: Tumbuh Tapi Tercekik Aturan
Data menunjukkan, UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB nasional dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja. Namun, alih-alih diberi ruang untuk bernapas, mereka justru disodori segunung aturan yang kerap kali tak mereka pahami. UU Perlindungan Konsumen, yang sejatinya bertujuan melindungi hak-hak konsumen, menjadi pisau bermata dua bagi UMKM.
Salah satu contoh mencolok adalah kasus yang menimpa seorang ibu pemilik usaha kuliner “Mama Khas Banjar” di Kalimantan Selatan. Ia harus berurusan dengan hukum lantaran tak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produk makanan beku yang ia jual secara daring. Hasilnya: usahanya ditutup, reputasinya tercoreng, dan kepercayaan pelanggan hilang.
“Ini bukan kriminal murni, tapi karena kurang tahu. Harusnya dibina, bukan dibinasakan,” tegas Maman.
Solusi: Satgas Perlindungan UMKM
Menjawab keresahan ini, Maman mendorong pembentukan Satuan Tugas Perlindungan UMKM. Satgas ini akan menjadi garda terdepan dalam memberikan edukasi hukum, pendampingan regulasi, hingga mediasi ketika ada sengketa antara pelaku usaha dan aparat.
"Jangan sampai hukum menjadi alat pemerasan terhadap pelaku UMKM," tambahnya dengan nada tegas. "Satgas ini juga akan memutus mata rantai praktik rentenir dan pemerasan oleh oknum yang kerap berkedok legalitas."
Dalam visi Maman, Satgas Perlindungan UMKM tak sekadar jadi alat birokrasi, melainkan mitra strategis yang mendampingi para pengusaha kecil naik kelas. Pendekatannya bukan represif, tetapi kolaboratif dan manusiawi.
Perubahan Istilah: Dari "Pelaku" Jadi "Pengusaha"
Di tengah diskusi serius itu, Maman juga melontarkan ide yang menarik soal persepsi sosial terhadap UMKM. Menurutnya, istilah “pelaku UMKM” secara tak sadar membawa konotasi negatif, seperti pelaku kejahatan atau pelaku kriminal.
“Mari kita ganti jadi ‘pengusaha UMKM’. Kata ‘pengusaha’ mengandung makna kehormatan, kemandirian, dan cita-cita,” ujarnya.
Sebuah perubahan kecil dalam diksi, tapi besar dalam dampaknya. Di balik istilah itu, tersimpan semangat untuk mengangkat derajat UMKM dari sekadar bertahan menjadi berdaya dan berpengaruh.
Akankah Pemerintah Menanggapi?
Usulan Maman tentu bukan tanpa tantangan. Perubahan regulasi, pembentukan Satgas, dan edukasi masif memerlukan kemauan politik dan anggaran yang tak sedikit. Namun di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional, suara-suara seperti ini harus didengar, karena UMKM bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi—mereka adalah denyut nadi dari ekonomi rakyat.
Jika UMKM satu per satu tutup karena peraturan yang tak bisa mereka pahami, maka siapa yang akan menjaga ketahanan ekonomi di level akar rumput?
Dan seperti kata Maman, “Jangan sampai regulasi justru membunuh semangat orang untuk berwirausaha. Karena begitu semangat itu mati, Indonesia tak punya lagi masa depan di sektor riil.”
.webp)