Diskon Listrik 50 Persen Batal Lanjut, Pemerintah Ubah Arah Stimulus Ekonomi?

Diskon Listrik 50 Persen Batal Lanjut, Pemerintah Ubah Arah Stimulus Ekonomi?


Harapan masyarakat untuk menikmati potongan tagihan listrik hingga pertengahan tahun pupus sudah. Diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang sempat berlaku untuk pelanggan rumah tangga kecil hanya berlangsung dua bulan—Januari dan Februari 2025. Setelah itu, kebijakan ini resmi dihentikan. Tak ada perpanjangan. Tak ada tambahan waktu.

Lalu muncul pertanyaan: kenapa diskon yang sangat membantu masyarakat kecil ini tidak berlanjut? Apakah beban fiskal negara terlalu berat? Atau memang sejak awal ini hanya solusi sesaat?

Stimulus Sementara untuk Awal Tahun

Diskon listrik sebesar 50 persen diberikan kepada pelanggan rumah tangga PLN dengan daya 450 VA sampai 2.200 VA. Ini mencakup lebih dari 80 juta pelanggan di seluruh Indonesia—dari kota besar sampai pelosok desa. Tujuannya cukup jelas: membantu daya beli rakyat kecil yang terpukul akibat kenaikan harga dan tarif di awal tahun, termasuk efek dari naiknya PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.

Namun pada pertengahan Januari, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa diskon tersebut tidak akan diperpanjang. “Enggak diperpanjang, dua bulan saja,” ucap Bahlil kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Penjelasan singkat, tapi penuh makna.

Pemerintah tampaknya melihat bahwa stimulus ini sudah cukup menjalankan fungsinya—yakni menjaga daya beli dan mengontrol inflasi di kuartal I. Setelah itu, giliran masyarakat beradaptasi.

Perubahan Fokus: Dari Bantuan Massal ke Bantuan Tepat Sasaran

Diskon tarif listrik masuk dalam strategi jangka pendek. Pemerintah ingin mencegah gejolak harga dan tekanan psikologis masyarakat akibat kenaikan tarif dan harga kebutuhan pokok. Tapi ini hanya ‘obat nyeri sementara’, bukan solusi jangka panjang.

Kini, arah kebijakan mulai bergeser. Pemerintah menyiapkan skema bantuan yang lebih tertarget, bukan bersifat menyeluruh seperti diskon listrik massal. Fokusnya: perlindungan sosial yang lebih efisien, subsidi yang selektif, dan penguatan sektor produktif yang bisa menciptakan lapangan kerja.

Kita tahu, subsidi energi—termasuk listrik—menjadi beban besar APBN. Setiap rupiah diskon berarti pengeluaran negara yang harus ditanggung dari pos belanja lain. Dan jika terus diberi tanpa filter, yang menikmati bukan hanya masyarakat rentan, tapi juga kelompok menengah yang sejatinya tidak terlalu terdampak.

Realitas Fiskal dan Tekanan Global

Di sisi lain, tekanan fiskal pemerintah makin nyata. Belanja besar untuk infrastruktur, pembayaran bunga utang, hingga komitmen transisi energi nasional tak bisa ditunda. Maka wajar jika diskon listrik—sebesar apapun dampaknya bagi rakyat kecil—harus dikaji dari sisi kelayakan anggaran.

Apalagi Indonesia sedang menghadapi dinamika ekonomi global: harga energi yang fluktuatif, kurs rupiah yang sempat melemah, dan kebutuhan menjaga neraca pembayaran. Di tengah semua itu, pemerintah harus pintar-pintar memilih ‘medan pertempuran’.

Apa Dampaknya bagi Rakyat?

Meski kebijakan ini berakhir lebih cepat, efeknya tetap terasa. Di dua bulan pertama 2025, banyak keluarga kecil yang sedikit lebih lega. Pengeluaran listrik berkurang, dan dana bisa dialihkan untuk kebutuhan lain—makanan, pendidikan anak, atau bayar cicilan.

Namun dengan tidak diperpanjangnya diskon ini, masyarakat tentu harus bersiap kembali menyesuaikan anggaran rumah tangga. Khususnya yang hidup pas-pasan, setiap rupiah kenaikan bisa berarti pengorbanan di sisi lain.

Menuju Stimulus Ekonomi yang Lebih Strategis

Pemerintah tampaknya ingin mengatakan: bantuan langsung memang penting, tapi pembangunan jangka panjang tak boleh dikorbankan. Diskon tarif listrik adalah bagian dari penanganan jangka pendek, tapi masa depan ekonomi Indonesia bergantung pada ketepatan strategi jangka panjang.

Kini saatnya menunggu—apakah skema bantuan baru yang akan dirilis pemerintah benar-benar lebih tepat sasaran, atau justru menyulitkan akses bagi mereka yang paling membutuhkan?

Yang jelas, publik berharap kehadiran negara bukan hanya terasa dua bulan pertama tahun ini. Tapi terus ada, saat tagihan naik, harga merangkak, dan rakyat butuh pegangan.





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama