Kejagung Bantah Nadiem Makarim Masuk DPO dalam Kasus Laptop Rp 9,9 Triliun

 Kejagung Bantah Nadiem Makarim Masuk DPO dalam Kasus Laptop Rp 9,9 Triliun





renimelnews – Isu liar yang menyebut nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop senilai Rp 9,9 triliun, akhirnya dibantah secara tegas oleh Kejagung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan. Ia menyebut bahwa hingga saat ini, Nadiem Makarim tidak memiliki status hukum apapun dalam perkara tersebut.

“Kami tegaskan bahwa Saudara Nadiem Makarim tidak masuk dalam daftar pencarian orang. Ia juga tidak berstatus sebagai tersangka,” ujar Harli dalam keterangan pers, Jumat (7/6/2025).

Pernyataan ini dikeluarkan menyusul beredarnya unggahan di media sosial dan grup percakapan daring yang menyebut bahwa Nadiem telah buron dan dicari oleh aparat hukum. Isu tersebut dengan cepat menyebar di tengah panasnya perhatian publik terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi) di lingkungan Kemendikbudristek.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini mencuat setelah Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan laptop untuk kebutuhan pendidikan nasional antara tahun 2019 hingga 2023. Total anggaran proyek ini mencapai Rp 9,98 triliun, yang terdiri dari Rp 3,58 triliun dari anggaran kementerian dan Rp 6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Proyek tersebut dimaksudkan untuk mendukung kegiatan asesmen nasional dan digitalisasi sekolah, namun dalam pelaksanaannya justru menimbulkan pertanyaan besar. Banyak sekolah di daerah mengeluhkan ketidaksesuaian spesifikasi laptop, harga yang dianggap terlalu tinggi, hingga perangkat yang tidak dapat digunakan secara optimal karena keterbatasan jaringan internet.

Proses Penyidikan dan Pemeriksaan

Kejagung sejauh ini telah memeriksa setidaknya 28 saksi dalam perkara ini, termasuk dua mantan staf khusus Menteri Nadiem. Dari proses penyidikan, kejaksaan telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk apartemen milik staf khusus, serta menyita dokumen dan perangkat digital untuk memperkuat pembuktian.

Beberapa perusahaan penyedia laptop, seperti PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan), PT Tera Data Indonesia (Axioo), PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrex), PT Evercoss Technology Indonesia (Evercoss), dan PT Supertone (SPC), turut diperiksa. Kelima vendor tersebut merupakan bagian dari konsorsium penyedia perangkat dalam proyek pengadaan.

Reaksi Pemerintah dan Masyarakat Sipil

Menanggapi perkembangan kasus, Wakil Mendikbudristek Fajar Riza Ul Haq menyatakan bahwa pihaknya menghormati sepenuhnya proses hukum yang tengah berjalan. Ia menegaskan bahwa kementerian akan kooperatif dan mendukung segala bentuk penyidikan yang dilakukan Kejagung demi transparansi dan akuntabilitas publik.

Di sisi lain, kritik juga datang dari lembaga masyarakat sipil. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyoroti pelanggaran prosedural dalam proyek pengadaan ini, termasuk ketidaksesuaian dengan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 serta absennya proyek dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).

Pengamat politik dan aktivis media sosial pun turut bersuara, menyayangkan bahwa program yang semula bertujuan baik justru terjerat dalam dugaan praktik korupsi masif.

Kejagung: Jangan Sebarkan Hoaks

Kejagung kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak menyebarluaskan informasi yang belum terverifikasi. Harli Siregar menegaskan bahwa proses hukum masih terus berjalan, dan masyarakat diminta untuk bersabar menunggu hasil resmi dari lembaga penegak hukum.

“Kami minta publik lebih bijak dalam menerima informasi. Jangan terprovokasi oleh kabar yang tidak benar dan belum dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama